Keluar Masuk HPR di Sumbar Harus Jelas, Disnak dan Balai Karantina Perketat Pengawasan

    Keluar Masuk HPR di Sumbar Harus Jelas, Disnak dan Balai Karantina Perketat Pengawasan

    Padang, - Pengawasan dan pengetatan Hewan Penular Rabies (HPR) yang keluar masuk ke Sumatera Barat menjadi perhatian serius banyak pihak.

    Salah satunya fokus adalah keluar masuknya anjing pemburu. Baik itu yang keluar dari Sumatera Barat maupun yang datang dari Pulau Jawa.

    Hal itu dibahas dalam rapat bersama pada akhir Februari lalu, oleh Karantina Kelas I Lampung, Balai Karantina Kelas II Cilegon, Balai Karantina Kelas I A Padang dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnak) di Padang. Rapat dilangsungkan Balai Karantina Kelas I A Padang.

    Kegiatan itu juga melibatkan organisasi Perkumpulan Olahraga Buru Babi (PORBBI) Sumatera Barat yang dimpimpin Verry Mulyadi SH yang merupakan organisasi yang sudah berlegalitas, punya izin Kemenkumham dan terdaftar di Kesbangpol Sumbar.

    Dalam rapat itu, Kabid Keswan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar, drh. Zed Abbas mengatakan anjing yang masuk ke Sumatera Barat benar-benar sudah tervaksin dari Pulau Jawa.

    Sementara untuk anjing Sumatera Barat yang dikirim ke Pulau Jawa juga harus menyertakan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Selain itu juga melampirkan uji laboratorium yang dikeluarkan Balai Veteriner Baso.

    Selain itu juga harus mengeluarkan surat rekomendasi dari organisasi, seperti PORBBI Sumbar yang sudah memiliki legalitas yang sah.

    Jika syarat itu tidak terpenuhi, maka keluar masuk HPR dinyatakan menyalahi aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.

    "Semua sudah ada aturannya yang jelas. Karena pengawasan HPR harus diperketat guna mencegah wabah rabies. Sumbar saat ini sudah menuju zero rabies. Jangan sampai kasus rabies meningkat nantinya, " sebut Zed Abbas.

    Kepala Balai Karantina Kelas II Cilegon Arum Kusnila Dewi diwawancara media mengatakan, keluar masuk HPR harus jelas. Maksudnya jelas persyaratan yang diajukan oleh pemiliknya seperti ada SKKH, serta pengajuan sampel labor dan sejumlah persyaratan rekomendasi lainnya.

    Untuk rekomendasi itu, bisa langsung dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan yang sudah teken kerjasama dengan organisasi yang mewadahi dan tentunya harus jelas dan terdaftar secara hukum Seperti di Sumbar ada PORBBI Sumbar.

    "Jadi intinya semua harus jelas-jelas karena ini mengenai HPR, "pungkasnya.

    Seperti diketahui dalam rapat bersama itu, diputuskan beberapa poin penting, yakni: 

    1.Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat mengeluarkan surat rekomendasi pemasukan hewan ke Sumatera Barat harus mengetahui induk organisasi PORBBI Sumbar yang jelas, berlegalitas dan diakui sah secara hukum. (Kemenkumham dan Kesbangpol, red).

    Dengan adanya rekomendasi dari PORBBI Sumbar baru bisa diberikan surat rekomendasi untuk pemasukan hewan HPR ke Provinsi Sumatera Barat.

    2. Lalu lintas HPR dari Sumatera Barat ke Pulau Jawa harus masuk ke Balai Karantina Bakauheni di lengkapi SKKH dan kartu vaksin serta surat keterangan rekomendasi dari induk organisasi dalam hal ini PORBBI Sumbar dan melampirkan titer antibodi dari Balai Veteriner Baso.

    3. Ternak yang dikirim ke Provinsi Sumatera Barat harus dilengkapi dengan SKKH, buku vaksin dari dokter kabupaten kota yang berwenang.

    4. Semua angkutan jasa travel pengangkut HPR wajib melapor dan masuk ke Balai Karantina Cilegon.

    5. Setelah angkutan yang di bawa sudah turun dari kapal penyeberangan wajib melapor ke Balai Karantina Bakauheni untuk mengurus surat pelepasan dan ini semua diwajibkan.

    Sementara itu, dari rapat bersama yang dilakukan itu Kepala Balai Karantina Kelas I Lampung Muhammad Jumat dan Kepala Balai Karantina Kelas I A Padang Iswandi sangat sependapat dengan hasil putusan rapat yang disepakati itu.

    Menurutnya hal itu sangat penting dilakukan, mengingat kasus HPR itu sudah sangat mengkhawatirkan, termasuk di Sumbar sendiri

    Mereka berharap jangan sampai anjing yang masuk dan ke Sumbar begitupun sebaliknya yang keluar dari Sumbar menjadi wadah penyebar rabies. Dengan kesepakatan itu ia berharap wabah rabies bisa ditekan.

    Sementara itu, Sekretaris I PORBBI Sumbar Arky Fajrin mengatakan, pada prinsipnya PORBBI Sumbar sangat mendukung dan menyetujui aturan yang telah dibuat oleh Balai Karantina Cilegon dan Bakauheni. Tujuannya sangat positif. Untuk mengantisipasi berjangkitnya rabies pada HPR memang harus dilakukan pengaturan yang ketat. Aturan yang disepakati itu diharapkan bisa berjalan dengan baik ke depannya.

    "Kami dari PORBBI Sumbar sudah menjalankan pengaturan hewan masuk dan keluar dan bekerja sama dengan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Selain itu bersama dinas juga melalukan pemantauan hewan HPR itu secara intens, " pungkasnya.

    Dari data rujuka angka kematian akibat Rabies di Indonesia masih cukup tinggi yakni 100 - 156 kematian per tahun, dengan Case Fatality Rate (Tingkat Kematian) hampir 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa rabies masih jadi ancaman bagi kesehatan masyarakat.

    Secara statistik 98 persen penyakit rabies ditularkan melalui gigitan anjing, dan 2 persen penyakit tersebut ditularkan melalui kucing dan kera.

    Tantangan berat saat ini adalah masih ada provinsi yang belum bebas rabies. Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya 8 provinsi yang bebas rabies sementara 26 provinsi lainnya masih endemik rabies.

    Secara hitoris 8 provinsi tersebut adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

    Dengan kata lain, Sumatera Barat masih belum bebas dari rabies. Karena masih ditemukan gigitan HPR. Selain itu Sumbar juga masih belum zero rabies dan ditargetkan secepatnya.

    Provinsi Sumbar sendiri termasuk 10 provinsi kasus rabies tertinggi, dengan angka kematian dua hingga 14 orang per tahunnya.

    Pada peringatan Hari Rabies Sedunia lalu, Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy menyebutkan, catatan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbar, rata-rata setiap tahunnya terjadi 3000-4000 gigitan anjing penyebab rabies. 

    Jumlah itu cukup tinggi, karena itu harus ada upaya antisipasi yang dilakukan, sebab rabies tidak bisa disembuhkan secara total, tapi bisa dicegah.

    Tingginya kasus rabies di Sumbar, salah satunya disebabkan kultur masyarakat peminat olahraga berburu babi masih cukup tinggi. Perburuan hama babi ini menggunakan anjing, sehingga jumlah hewan ini cukup tinggi di Sumbar.

    Menurut Audy, antisipasi yang bisa dilakukan dengan membawa hewan pemburu (anjing) untuk vaksinasi rabies. Dalam hal ini, Pemprov Sumbar langsung menggandeng Persatuan Olahraga Buru Babi (PORBBI) Sumbar, sebagai wadah perhimpunan pemilik anjing.

    "PORBBI Sumbar diharapkan juga akrif mensosialisasikan pentingnya vaksinasi rabies anjing peliharaan.(*)

    SUMBAR
    Syafrianto

    Syafrianto

    Artikel Sebelumnya

    TASPEN Grup Bantu Korban Gempa Pasaman

    Artikel Berikutnya

    Jembatan Ambruk Dihantam Banjir, Anggota...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Pantauan Liputan Media dalam 1 Bulan Terhadap 18 Anggota Dewan Asal Sumatera Barat atau 'Parle 18'
    Hendri Kampai: Menelusuri Dunia Search Engine Optimization (SEO)
    Korem 032/Wbr Doa Syukur Dalam Rangka Memperingati Hari Pahlawan Tahun 2024
    Babinsa Kuala Kencana Bantu Warganya Mengolah Sagu
    Hendri Kampai: CDN Ajaib, Misi Kilat Informasi dari Pusat ke Pelosok Negeri

    Ikuti Kami